04 Juli 2010

"Ma, Aku Enggak Mau Pipis di Situ"



text TEXT SIZE :
Share
Ibu mengajarkan anak buang hajat di toilet (Foto: Getty Images)

RUNY (5) adalah anak yang jijikan. Sampai-sampai gadis kecil tersebut tidak bisa pipis kalau tidak di toilet yang sebersih toilet di rumahnya sendiri. Hal ini tentu saja merepotkan Riri, sang Mama. Pernah, ketika jalan-jalan ke mal, Runy pengen pipis.

Karena toilet di sana bau dan kotor, Runy tidak mau pipis dan merengek minta pulang. Akhirnya Riri membawa pulang Runy, padahal mereka baru sampai di mal. Apakah si kecil juga seperti Runy?

Untuk Anda yang mengalami hal yang sama seperti Riri, penuturan Farah Farida Tantiani MPsi, Psikolog dari Peach Blossoms preschool & kindergarten berikut bisa membantu Anda mengatasinya:

Faktor Kebiasaan dan Meniru

Jijik adalah perilaku reaktif dari tubuh yang sifatnya untuk mencegah. Ketika melihat hal-hal yang jorok maka tubuh akan merasa jijik sebagai respon gugup dari otak bahwa ada ancaman bakteri yang potensial jika tidak dihindari. Perasaan ini positif tapi kalau berlebihan, malah merepotkan baik diri sendiri maupun orang lain.

Sebenarnya, perilaku ini dipelajari dari lingkungan. Manusia mempelajari sesuatu dengan melihat orang lain melakukan hal tersebut. Pada anak-anak, mereka juga mempelajari tentang kebersihan dari orang dewasa di sekitarnya. Misalnya, pengasuhnya atau orang dewasa di dekatnya terbiasa jika ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) harus di tempat yang bersih, maka hal tersebut akan dipelajari dan ditiru oleh anak. Hanya saja, ambang toleransi orang dewasa sudah lebih berkembang, sehingga jika terdesak orang dewasa tetap dapat BAK atau BAB di kamar mandi dengan kondisi kotor. Sedangkan pada anak-anak tidak bisa.

Selain dari orang dewasa, anak pun belajar melalui siaran televisi yang dilihatnya. Hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya proses asosiasi. Misal anak melihat idolanya atau tokoh yang sering ia tonton tidak mau menggunakan kamar mandi yang kotor dengan mimik muka enggan, maka bisa saja ini juga dipelajarinya dan ditiru oleh anak. Ia pun menjadi jijik atau tidak suka dengan yang kotor-kotor.

Cari Tahu Mengapa

Pertama, cari tahu dulu apa yang menyebabkan anak merasa jijik atau tidak nyaman menggunakan toilet yang kotor (gunakan bahasa yang bersahabat bukan yang mengintrogasi, juga jangan tunjukkan sikap marah atau memaksa, tetapi lebih membujuk dan menunjukkan bahwa orangtua paham akan ketidaknyaman anak).

Kemudian, berikan pengertian sesuai dengan bahasa anak dan contohkan perilaku yang diharapkan. Misalnya ia takut masuk kamar mandi yang kotor. Sebagai orangtua beri pengertian bahwa tak ada salahnya masuk kamar mandi yang kotor, asalkan bawa tisyu untuk mengelap sehingga dapat lebih bersih sebelum digunakan. Atau siapkan air yang cukup jika toilet tersebut kurang air.

Selain merasa nyaman, orangtua juga bisa mengajarkan bagaimana mencegah tertularnya penyakit. Tentu saja orangtua harus 'terjun' langsung memberikan contoh dengan ekspresi wajah meyakinkan. Jangan hanya menyuruh tanpa memberi contoh.

Masih Bisa Diubah Kok!

Manusia dibekali dengan kemampuan adaptasi sehingga bisa "survive" di berbagai situasi. Jadi, sifat jijikan ini masih bisa diubah. Tentunya hal ini dilakukan dengan pemahaman penuh, bersabar, konsisten, dan bertahap.

Jangan berharap terlalu cepat dalam mengubah perilaku anak yang merasa jijik terhadap sesuatu, perilaku tersebut akan berubah secara bertahap asalkan orangtua mau konsisten untuk membantu anak.

Berikan reward setiap kali ia melakukan hal-hal yang diharapkan, karena tentunya hal ini akan dapat membuatnya mengulangi perbuatan yang diharapkan tersebut.(Mom& Kiddie//nsa)
Bagi Anda pengguna ponsel, nikmati berita terikini lewat http://m.okezone.comDapatkan okezone launcher untuk BlackBerry http://bb.okezone.com
Share

Tidak ada komentar: