PERUBAHAN cuaca yang terjadi akhir-akhir ini patut diwaspadai. Kondisi cuaca seperti sekarang, berisiko tinggi berjangkitnya demam berdarah dengue, khususnya di daerah yang selama ini rawan demam berdarah.
Demam berdarah dengue (DBD) tak pelak menjadi momok bagi masyarakat Indonesia. Lihat saja data Kementerian Kesehatan, sepanjang tahun 2009 lalu, penderita DBD tercatat sebanyak 154.855 orang. Dari kasus yang dilaporkan sepanjang tahun 2009, terdapat sedikitnya 10 provinsi dengan kasus terbanyak, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur,Jawa Tengah,Kalimantan Barat, Bali, Banten, Kalimantan Timur,Sumatera Utara,dan Sulawesi Selatan.
Peningkatan kasus DBD ini tentunya menjadi perhatian lebih sekaligus ditanggulangi oleh otoritas kesehatan, terutama di daerah. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi terjadi ledakan kasus seperti yang muncul pada tahun lalu. Apalagi DBD dapat berujung pada kematian.
Pada musim penghujan seperti sekarang ini, peluang kemunculan penyakit tersebut malah selayaknya menjadi perhatian masyarakat. Berkaca pada pengalaman yang sudah-sudah, awal tahun merupakan masa-masa tingginya risiko berjangkitnya penyakit ini. Hal ini dikatakan Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Syahrul Aminullah.
Menurut dia, pemandangan yang selalu mewarnai kala musim hujan tiba adalah genangan air yang berisiko menjadi habitat nyamuk untuk bertelur. Nyamuk ini kemudian menggigit manusia dan menyebarkan penyakit. “Nyamuk aedes aegypti senang bertelur di genangan air,” katanya.
Syahrul pun menyarankan agar masyarakat sedapat mungkin mencegah penularan demam berdarah tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk secara kontinu yang dikenal dengan sebutan 3 M, yaitu membersihkan, menutup, dan mengubur barang-barang yang dapat menjadi sarang nyamuk. Khusus untuk tempat-tempat penampungan air, sebaiknya ditaburkan bubuk abate.
Menurut Suzanne Moore Shepherd MD, profesor di Department of Emergency Medicine, Pennsylvania, penyakit demam berdarah tercatat pertama kali menjadi endemi pada 1779-1780 di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Penyakit ini terjadi secara hampir bersamaan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa penyebaran penyakit ini sudah sangat luas sejak lebih dari 200 tahun lalu dan merupakan penyakit yang cukup membahayakan.
“Saat ini pun penyakit ini masih merupakan masalah serius di bidang kesehatan, umumnya di daerah tropis dan subtropis, dengan tingkat ekonomi dan kesehatan yang rendah,” ujarnya seperti dikutip Medicinenet.com.
Demam dengue merupakan bentuk paling ringan dari bentuk berikutnya, yaitu DBD dan dengue shock syndrome (DSS). Demam dengue umumnya menyerang orang yang kekebalan tubuhnya sedang menurun. Saat terkena infeksi dengue, tubuh akan memproduksi kekebalan terhadap tipe virus dengue tersebut. Kekebalan ini akan berlangsung seumur hidup. Namun, demam ini disebabkan banyak tipe virus sehingga walaupun tubuh kebal terhadap salah satu tipe, kenyataannya masih dapat menderita demam dengue dari tipe virus lain.
Sementara DBD merupakan demam dengue dengan derajat yang lebih berat. Perbedaan yang paling utama adalah pada demam dengue tidak ditemukan perdarahan pada pasien. Pada kulit pasien dengan demam dengue, hanya tampak ruam kemerahan. Sementara, pada pasien DBD akan tampak bintik perdarahan.
“Selain perdarahan pada kulit, penderita DBD juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus, dan bagian tubuh yang lain,” tutur ahli bedah Gregory E Rauscher MD FACS.
Demam dengue memiliki beberapa tanda dan gejala, yakni panas yang berlangsung antara 4- 7 hari setelah gigitan nyamuk pembawa virus tersebut dan disertai dengan gejala lainnya. Di antaranya panas tinggi hingga lebih dari 38ยบ C yang berlangsung hingga 5-7 hari. Diikuti dengan nyeri kepala dan nyeri di bagian belakang mata, termasuk pada otot dan sendi. Penderita juga akan mengalami mual dan muntah serta tidak nafsu makan, dan muncul tanda kemerahan pada kulit.
Sementara DBD memiliki tanda-tanda seperti tadi, ditambah dengan adanya manifestasi perdarahan spontan, seperti bintik-bintik merah di kulit yang tidak hilang jika ditekan, terutama di daerah siku, pergelangan tangan, dan kaki. Adanya pembesaran organ hati dan limpa serta kebocoran plasma yang ditandai dengan nilai hematokrit yang meningkat atau menurun 20 persen atau lebih dari nilai normalnya.
Penderita DBD juga berisiko akan adanya cairan dalam paru-paru dan penumpukan cairan dalam rongga perut. Bentuk paling berat dari infeksi virus ini adalah DSS. Gejalanya meliputi adanya penurunan kesadaran, tekanan darah sangat rendah, nadi cepat dan melemah, serta tangan dan kaki pucat dan dingin.
Penderita penyakit ini bisa saja dirawat di rumah apabila kondisi penderita masih dapat makan dan minum, serta tidak mengalami mual atau muntah yang berat. Perawatan dapat dilakukan dengan memberikan kompres hangat, obat penurun panas, pereda nyeri, dan antimuntah bila perlu. Apabila kondisi penderita tidak membaik atau menunjukkan tanda-tanda shock, bawa penderita segera ke rumah sakit. Umumnya setelah mengalami penyembuhan setelah 7-8 hari, penderita akan mengalami penyembuhan.
“Dapat dilihat dari demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum membaik, lemas yang berkurang, dan tubuh terasa segar kembali,” kata Gregory.
(Koran SI/Koran SI/ftr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar